Tim Pengkaji Roadmap Pengembangan Kopi Arabika dan Robusta Kabupaten Buleleng yang diketuai oleh Dr. I Wayan Rideng, S.H., M.H., dosen Program Studi Magister Hukum Universitas Warmadewa, melakukan kunjungan lapangan ke sejumlah petani kopi (17/5/2025) di Kabupaten Buleleng.
Kunjungan ini dilakukan di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, serta Desa Tambakan, Kecamatan Kubutambahan, dalam rangka menggali informasi dan data faktual mengenai kondisi riil para petani kopi, khususnya pengembangan kopi jenis arabika dan robusta.
“Sebagai bagian dari kajian tersebut, tim melakukan observasi langsung ke Kelompok Tani Gobleg Bali Caffe,” ujar RidengDalam kegiatan ini, tim yang didampingi oleh penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng. Dalam dialog yang berlangsung, terungkap sejumlah tantangan dan hambatan yang dihadapi petani kopi arabika, antara lain: keterbatasan modal usaha, ketersediaan pupuk dan bibit berkualitas, sarana pengolahan pasca panen, serta minimnya pendampingan dari pemerintah daerah.Lebih lanjut Rideng mengatakan, meskipun tantangan yang dihadapi petani, peluang pasar kopi saat ini sangat menjanjikan. Popularitas kopi terus meningkat, sebagaimana ditandai dengan menjamurnya kedai-kedai kopi di berbagai wilayah. “Kabupaten Buleleng sendiri memiliki potensi pengembangan kopi yang sangat prospektif, dengan total luasan lahan sekitar 5.600 hektare yang terdiri atas 1.600 hektare lahan kopi arabika dan 4.000 hektare lahan kopi robusta, dengan total produksi mencapai sekitar 5.200 ton per tahun, dan per hektare bahkan dapat mencapai 15 ton” ungkapnya.
Kualitas kopi Buleleng dinilai sangat baik dan mampu bersaing dengan kopi terkenal lainnya di Indonesia, seperti Kopi Gayo dari Aceh. Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) juga telah memberikan perhatian khusus terhadap potensi pengembangan kopi ini. Bahkan, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Bali, pengembangan kopi di Buleleng disarankan untuk diarahkan menjadi Produk Unggulan Daerah (PUD).
Namun demikian, hingga kini para petani masih banyak bergerak secara mandiri dan berkelompok karena kurangnya perhatian dan fasilitasi dari pemerintah daerah. Salah satu persoalan utama yang dihadapi adalah lemahnya penguatan modal, yang membuat petani kerap terjerat oleh praktik tengkulak. Proses pengolahan kopi pasca panen yang memerlukan tahapan dan pembiayaan tertentu semakin menambah beban para petani.
Oleh karena itu menurut Dr. Rideng, keberadaan kajian ilmiah seperti ini dinilai sangat penting dan diapresiasi oleh para petani, karena melibatkan para ahli dari kalangan akademisi, khususnya dari Universitas Warmadewa. Diharapkan kajian ini dapat menjadi landasan bagi perumusan kebijakan daerah dalam mendorong pengembangan kopi sebagai sektor unggulan yang berkontribusi pada peningkatan pendapatan petani dan daera